Sekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura menyelenggarakan seminar dengan tema “Menumbuhkan Empati dalam Hati Katekis di Era Teknologi”, 8 Oktober 2024. Seminar ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para katekis mengenai pentingnya empati dalam proses pengajaran di tengah pesatnya perkembangan, yang kini tak terpisahkan dari kehidupan setiap manusia.
Dalam sambutan membuka acara, Ketua Panitia, Monika H. Ginting mengatakan, “Empati adalah jembatan yang menghubungkan hati manusia, melampaui batas-batas teknologi”. Hal ini disampaikan untuk semakin menegaskan peran katekis di tengah kondisi sosial
masyarakat saat ini.
Provinsial dari Kongregasi SS.CC Indonesia dan Singapura, Romo Pankras Olak Kraeng, SS.CC, mengantar peserta dengan sebuah refleksi mendalam tentang zaman yang kita jalani saat ini: sebuah era di mana teknologi telah menjadi jendela dunia, tetapi juga bisa menjadi tembok yang memisahkan kita dari rasa kemanusiaan.
“Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Meski ia mampu mempertemukan wajah-wajah melalui layar, empati tak pernah dapat digantikan oleh sinyal digital,” ujar Romo Pankras. Ia mengajak para katekis untuk merenungkan panggilan suci mereka. Menjadi katekis bukanlah sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa, di mana hati adalah alat utama yang harus diasah. “Te
knologi bisa memberi kita informasi, tetapi hanya hati yang bisa memberi kita pemahaman,” lanjutnya.
Romo Pankras tak hanya memberikan teori, tetapi juga memaparkan tips praktis bagaimana teknologi dapat dipadukan dengan pendekatan pastoral yang humanis.
Di tengah dunia yang semakin digital, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar adalah menjaga kepekaan emosional dan menciptakan hubungan yang bermakna, bukan hanya dengan umat, tetapi juga dengan diri sendiri dan Tuhan.
Dalam beberapa kisah yang ia sampaikan, Romo Pankras bercerita tentang saat-saat ketika seorang katekis harus mendengarkan lebih dalam daripada berbicara, harus hadir sepenuh hati, bukan sekadar hadir secara fisik. Salah satu momen paling mendalam adalah ketika ia berbicara tentang roh penggerak
seorang katekis.
“Roh Kudus adalah nafas di balik setiap tindakan kita. Seorang katekis harus selalu dibimbing oleh-Nya, sehingga setiap perkataan, setiap sentuhan hati, adalah cerminan dari kasih Tuhan,” katanya.
Fransiskus Bonardo Situmorang, salah satu peserta seminar, menggambarkan pengalamannya dengan penuh rasa syukur. “Seminar ini bukan hanya membuka mata saya tentang bagaimana teknologi bisa membantu, tetapi juga menyentuh hati saya. Saya semakin sadar bahwa teknologi hanyalah alat, dan tugas saya adalah menjadi telinga yang mendengar, hati yang mengerti,” tuturnya. Baginya, seminar ini lebih dari sekadar diskusi tentang teknik dan pendekatan pastoral, tetapi sebuah undangan untuk merenungkan kembali panggilan katekis yang dalam dan penuh makna.
Seminar ini ditutup dengan sebuah refleksi mendalam yang mengingatkan para katekis akan tugas utama mereka menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam dunia modern ini. Romo Pankras mengakhiri dengan sebuah pesan yang kuat: “Ketika kita berhadapan dengan mereka yang datang kepada kita, kita tidak diminta untuk menjadi penasehat, melainkan menjadi tempat bersandar. Empati bukan hanya tentang mendengarkan dengan telinga, tetapi juga dengan hati yang penuh kasih.”
Sebagai tanda syukur dan penyerahan diri kepada Tuhan, acara seminar ditutup dengan Misa Kudus yang dipersembahkan oleh Romo Pankras Olak Kraeng, SS.CC sebagai selebran utama, dan konselebran Romo Paulus Halek Bere, SS.CC, selaku Wakil Ketua III, bersama Frater Felix, SS.CC, yang sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Menengah Sacerdos Siantar.
Alek Martin Pakpahan
Tinggalkan Balasan